MAKALAH
PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
TUNAGRAHITA
Disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus dengan dosen Pengampu :
Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S. Psi., M.Psi.
Disusun Oleh:
1.
Christina
Nunik Puspitasari 131134003
2.
Rahmawati
Suharno 131134055
3.
Fransisca
Any Tri Astuti 131134095
4.
Rosaliana
Wahyu Setiani Dewi 131134189
KELAS 4A
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dewasa ini masyarakat
pada umumnya memiliki anggapan bahwa anak berkebutuhan khusus merupakan
anak-anak yang tidak memiliki kemampuan apapun. Salah satu anak berkebutuhan
khusus yang tidak dikenal oleh masyarakat umum adalah tunagrahita. Tunagrahita
merupakan sebuah istilah bagi mereka yang mengalami gangguan mental ataupun
keterbelakangan mental khususnya dalam hal kecerdasan dan kemampuan dalam
berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Tidak sedikit yang menganggap anak
tunagrahita adalah “anak buangan”, “cacat mental”, “mental subnormal”, “bodoh”, dan “idiot”. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering
mendengar istilah anak “keterbelakangan mental”. Pada kenyataannya istilah itu
adalah sebutan untuk anak tunagrahita.
Bagi masyarakat awam,
anak cacat adalah anak yang terlahir karena kutukan bagi orang tuanya sehingga
setiap orang tua yang mempunyai anak cacat (tuna) merasa malu dan
menyembunyikan anak tersebut. Akan tetapi, ada pula yang berpendapat bahwa anak
cacat adalah anak yang membawa keberuntungan. Masyarakat perlu lebih peduli
terhadap anak-anak berkebutuhan khusus sehingga mereka akan mendapat layanan
pendidikan khusus untuk mengembangkan potensinya secara optimal.
Anak tunagrahita adalah
mereka yang kecerdasannya jelas-jelas berada di bawah rata-rata. Disamping itu
mereka mengalami keterbelakangan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Mereka memiliki hambatan pada dua sisi, yaitu pada sisi kemampuan
intelektualnya yang berada dibawah anak pada umumnya. Anak tunagrahita memiliki
kemampuan intelektual yang berada pada dua standar deviasi dibawah normal jika
diukur dengan tes intelegensi dibandingkan dengan anak normal lainnya. Hambatan
yang kedua anak tunagrahita dapat dilihat pada sisi prilaku adaptifnya atau kesulitan
dirinya untuk mampu bertingkah laku sesuai dengan situasi yang belum dikenal
sebelumnya.
Oleh karena itu, di
dalam makalah ini kelompok kami akan membahas mengenai pengertian tunagrahita,
karakteristik tunagrahita, tipe tunagrahita, faktor penyebab tunagrahita,
pendampingan yang dilakukan untuk tunagrahita dan menjelaskan hasil observasi
kelompok kami saat berada di SLB.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apakah
yang dimaksud dengan tunagrahita ?
2. Bagaimanakah
karakteristik anak tunagrahita ?
3. Apa
saja tipe yang terdapat pada anak tunagrahita ?
4. Apa
saja faktor penyebab tunagrahita ?
5. Bagaimana
pendampingan yang dilakukan terhadap anak tunagrahita ?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian mengenai tunagrahita.
2. Untuk
mengetahui karakteristik pada anak tunagrahita.
3. Untuk
mengetahui tipe - tipe anak tunagrahita.
4. Untuk
mengetahui faktor penyebab anak tunagrahita.
5. Untuk
mengetahui cara pendampingan yang dapat dilakukan terhadap anak tunagrahita.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Tunagrahita
Tunagrahita merupakan
salah satu bentuk gangguan pada anak dan remaja yang dapat ditemui di berbagai
tempat, yaitu suatu keadaan di mana anak mengalami keterbelakangan dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan ditunjukkan oleh kurang cakupnya
mereka dalam memikirkan hal-hal yang bersifat akademik, abstrak, cenderung
sulit dan berbelit-belit hampir pada segala aspek kehidupan serta mereka juga
kurang memiliki kemampuan dalam menyesuaikan diri (Amin, M, 1955). Anak tunagrahita (retardasi mental) sangat
membutuhkan layanan pendidikan dan bimbingan secara khusus saat meniti tugas
perkembangan di dalam hidupnya.
B.
Karakteristik
Tunagrahita
1. Karakteristik
tunagrahita ringan (Mumpuniarti, 2000)
a. Karakteristik
kognitif
Ø Mempunyai
IQ berkisar 50-70.
Ø Kapasitas
belajarnya sangat terbatas terutama untuk hal-hal yang abstrak, maka lebih
banyak belajar dengan cara membeo (rote learning) bukan dengan
pengertian.
Ø Kemampuan
berpikir rendah, lambat perhatian dan ingatannya rendah.
Ø Masih
mampu untuk menulis, membaca, menghitung.
Ø Mengalami
kesulitan dalam konsentrasi, sukar untuk diajak fokus.
Ø Umur
kecerdasannya apabila sudah dewasa sama dengan anak normal yang berusia 12
tahun.
b. Karakteristik
fisik
Ø Anak
tunagrahita ringan nampak seperti anak normal, hanya sedikit mengalami
kelambatan dalam kemampuan sensomotorik.
c. Karakteristik
sosial/perilaku
Ø Anak
tunagrahita ringan mampu bergaul, menyesuaikan di lingkungan yang tidak
terbatas pada keluarga saja, namun ada yang mampu mandiri dalam masyarakat,
mampu melakukan pekerjaan yang sederhana dan melakukannya secara penuh sebagai
orang dewasa.
d. Karakteristik
emosi
Ø Anak
tunagrahita ringan sukar berpikir abstrak dan logis, kurang memiliki kemampuan
analisis, asosiasi lemah, fantasi lemah, kurang mampu mengendalikan perasaan,
mudah dipengaruhi, kepribadian kurang harmonis karena tidak mampu menilai baik
buruk.
Ø Tidak
mampu mendeteksi kesalahan pada dirinya, sehingga acuh tak acuh.
e. Karakteristik
motorik
Ø Anak
tunagrahita ringan mengalami kelambatan dalam kemampuan sensorimotorik.
Ø Dalam berbicaranya banyak yang lancar, tetapi perbendaharan kata
masih minim.
2. Karakteristik
tunagrahita sedang (Mumpuniarti, 2000)
a. Karakteristik
kognitif
Ø Mempunyai
IQ berkisar 30-50.
Ø Anak
tunagrahita sedang sangat sulit bahkan tidak dapat belajar secara akademik
seperti belajar menulis, membaca dan berhitung tetapi dapat dilatih dalam hal
yang sederhana sekedar diperkenalkan membaca dan menulis namanya sendiri dan
mengenal angka.
Ø Rendahnya
perhatian anak dalam belajar akan menghambat daya ingat. Mereka mengalami
kesukaran dalam memusatkan perhatian, cepat beralih.
Ø Kurang
tangguh dalam menghadapi tugas, pelupa dan sukar mengungkapkan ingatan dan
mudah bosan.
Ø Mudah
beralih perhatiannya ke hal yang dianggapnya lebih menarik dan keterbatasannya
dalam kemampuan intelektualnya sehingga kemampuan dalam bidang akademik sangat
bersifat sederhana.
Ø Pada
umur dewasa anak tunagrahita baru mencapai kecerdasan setaraf anak normal umur
7 tahun atau 8 tahun.
b. Karakteristik
fisik
Ø Penampilannya
menunjukkan sebagai anak terbelakang, lebih menampakkan kecacatannya.
c. Karakteristik
sosial/ perilaku
Ø Banyak
diantara anak tunagrahita sedang yang sikap sosialnya kurang baik, rasa etisnya
kurang dan nampak tidak mempunyai rasa terima kasih, rasa belas kasihan dan
rasa keadilan.
Ø Masih
mampu untuk mengurus, memimpin, memelihara dirinya sendiri dan bersosialisasi
dengan lingkungannya, walaupun butuh proses yang lama. Contohnya mandi, makan,
minum, berpakaian.
Ø Sangat
tergantung pada orang lain.
Ø Bersikap
kekanak-kanakan, sering melamun atau hiperaktif
Ø Mampu
melindungi diri dari bahaya dan dapat bekerja ringan tetapi tetap dalam
pengawasan karena tanpa pengawasan akan bekerja secara asal.
d. Karakteristik
emosi
Dorongan
emosi anak tunagrahita berbeda-beda sesuai dengan tingkat ketunagrahitaannya.
Ø Kehidupan
emosinya sangat lemah, mereka jarang sekali menghayati perasaan tanggung jawab
dan hak sosialnya.
Ø Memiliki
imajinasi yang tinggi.
e. Karakteristik
motorik
Ø Kurang
mampu untuk mengkoordinasikan gerak tubuhnya.
Ø Tangan-tangannya
kaku.
3. Karakteristik
tunagrahita berat
Anak
tunagrahita berat memiliki IQ di bawah 30. Anak ini sepanjang hidupnya
memerlukan pertolongan dan bantuan orang lain, sehingga berpakaian, ke WC, dan
sebagainya harus dibantu. Mereka tidak tahu bahaya atau tidak bahaya. Kata-kata
dan ucapannya sangat sederhana. Kecerdasannya sampai setinggi anak normal yang
berusia tiga tahun.
C.
Tipe
Tunagrahita
Tunagrahita dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok :
1. Anak
tunagrahita mampu didik/tunagrahita ringan (IQ 50-70)
Anak
tunagrahita mampu didik/tunagrahita ringan merupakan anak tunagrahita yang
tidak mampu mengikuti pada program sekolah biasa, tetapi ia masih memiliki
kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pendidikan walaupun hasilnya tidak
maksimal.
Kemampuan
yang dapat dikembangkan pada anak tunagrahita mampu didik adalah :
a. Membaca,
menulis, mengeja dan berhitung
b. Menyesuaikan
diri dan tidak menggantungkan diri pada orang lain
c. Keterampilan
sederhana untuk kepentingan kerja dikemudian hari.
Kesimpulan : anak tunagrahita mampu
didik berarti anak tunagrahita yang dapat dididik secara minimal dalam
bidang-bidang akademis, sosial, dan pekerjaan.
2. Anak
tunagrahita mampu latih/tunagrahita sedang (imbecil, IQ 30-50)
Anak
tunagrahita mampu latih/tunagrahita sedang merupakan anak tunagrahita yang
memiliki kecerdasan sedemikian rendahnya sehingga tidak mungkin untuk mengikuti
program yang diperuntukkan bagi anak tunagrahita mampu didik.
Kemampuan
anak tunagrahita mampu latih yang perlu diberdayakan yaitu :
a. Belajar
mengurus diri sendiri (makan, pakaian, tidur, mandi sendiri)
b. Belajar
menyesuaikan dilingkungan rumah atau sekitarnya
c. Mempelajari
kegunaan ekonomi dirumah, dibengkel kerja (sheltered workshop) dan dilembaga
khusus
Kesimpulan : anak tunagrahita mampu
latih berarti anak tunagrahita hanya dapat dilatih untuk mengurus diri sendiri
melalui aktivitas kehidupan sehari-hari (activity daily living), serta
melakukan fungsi sosial kemasyarakatan menurut kemampuannya.
3. Anak
tunagrahita mampu rawat (idiot, IQ <30)
Anak
tunagrahita mampu rawat merupakan anak tunagrahitta yang memiliki kecerdasan
sangat rendah sehingga ia tidak mampu mengurus diri sendiri atau sosialisasi. Selain itu anak tunagrahita
mampu rawat adalah anak tunagrahita yang membutuhkan perawatan sepenuhnya
sepanjang hidupnya, karena ia tidak mampu terus hidup tanpa bantuan orang lain.
D.
Faktor
Penyebab Tunagrahita
Mengenai faktor
penyebab ketunagrahitaan para ahli sudah berusaha membaginya menjadi beberapa
kelompok. Ada yang membaginya menjadi dua gugus, yaitu indogen dan eksogen. Ada
juga yang membaginya berdasarkan waktu terjadinya penyebab, disusun secara
kronologis sebagai berikut faktor-faktor yang terjadi sebelum anak lahir
(prenatal), faktor-faktor yang terjadi ketika anak lahir (natal), dan
faktor-faktor yang terjadi setelah anak dilahirkan (pos natal).
1. Penyebab
terjadinya anak tunagrahita menurut Kirk (1970)
a. Faktor
endogen (faktor yang dibawa sejak lahir) yaitu faktor ketidaksempurnaan
psikoniologis dalam memindahkan gen.
b. Faktor
eksogen yaitu faktor yang terjadi akibat perubahan patalogis dari perkembangan
normal seperti mengalami penyakit atau keadaan lainnya.
2. Dari
sisi pertumbuhan dan perkembangan, penyebab ketunagrahitaan menurut Devenportb
dapat dirinci melalui jenjang :
a. Kelainan
atau keturunan yang timbul pada benih plasma.
b. Kelainan
atau ketunaan yang dihasilkan selama penyuburan telur.
c. Kelainan
atau ketunaan yang dikaitkan dengan implantasi.
d. Kelainan
atau ketunaan yang dikaitkan yang timbul dalam embrio.
e. Kelainan
atau keturunan yang timbul dari luka saat kelahiran.
f. Kelainan atau keturunan yang timbul dalam
janin.
g. Kelainan
atau ketunaan yang timbul pada masa bayi dan masa kanak-kanak..
3. Menurut
penyelidikan para ahli (tunagrahita) dapat terjadi :
a. Prenatal
(sebelum lahir)
Yaitu
terjadi pada waktu bayi masih ada dalam kandungan, penyebabnya seperti :
campak, diabetes, cacar, virus tokso, juga ibu hamil yang kekurangan gizi,
pemakai obat-obatan (naza) dan juga perokok berat.
b. Natal
(waktu lahir)
Proses
melahirkan yang sudah terlalu lama dapat mengakibatkan kekurangan oksigen pada
bayi, juga tulang panggul ibu yang terlalu kecil dapat menyebabkan otak
terjepit dan menimbulkan pendarahan pada otak (anoxia), juga proses melahirkan
yang menggunakan alat bantu (penjepit, tang).
c. Pos
Natal (sesudah lahir)
Pertumbuhan
bayi yang kurang baik seperti gizi buruk, busung lapar, demam tinggi yang
disertai kejang-kejang, kecelakaan, radang selaput otak (meningitis) dapat
menyebabkan seorang anak menjadi ketunaan (tunagrahita).
E.
Pendampingan
Tunagrahita secara individual maupun klasikal
1.
Rekomendasi untuk Sekolah
Berperan
aktif dalam meningkatkan kualifikasi guru untuk menangani anak berkebutuhan
khusus dan memfasilitasi layanan pendidikan khusus.
2.
Rekomendasi
untuk Guru
a.
Guru
di sekolah inklusif diharapkan lebih sedikit banyaknya memahami konsep anak
berkebutuhan khusus dan dapat membekali diri melalui pelatihan-pelatihan
mengenai pendidikan inklusi dan konsep ABK, dengan memahami hal tersebut
diharapkan mempermudah guru untuk memberikan pelayanan terhadap ABK sesuai
dengan kebutuhan dan hambatannya, khususnya siswa dengan tunagrahita.
b.
Sebagai
bahan evaluasi untuk guru khususnya, guru di sekolah inklusi agar termotivasi untuk
meningkatkan pelayanan pendidikan yang baik dan sesuai bagi ABK, khususnya anak
tunagrahita yang ada di sekolah-sekolah inklusi.
3.
Rekomendasi
untuk Orang Tua
a.
Orang
tua ABK bersikap respontif terhadap pendidikan dan perkembangan anak agar
terciptanya perubahan dalam diri anak melalui program-program sekoalh inklusi.
b.
Adanya
wadah/forum bagi perkumpulan orang tua ABK di sekolah inklusi untuk berkerja
sama dalam upaya mendidik anaknya dan mengevaluasi kinerja guru mengenai
pelayanan anak tunagrahita di sekolah.
Pencegahan supaya anak tidak
mengalami tunagrahita:
a.
Pencegahan primer
Dilakukan
untuk meningkatkan kesehatan calon anak yaitu dengan imunisasi bagi anak dan
ibu sebelum kehamilan, konseling perkawinan, pemeriksaan kehamilan rutin,
nutrisi yang baik, persalinan oleh tenaga kesehatan, memperbaiki sanitasi dan
gizi keluarga, pendidikan kesehatan mengenai pola hidup sehat dan program
pengentasan kemiskinan.
b.
Pencegahan sekunder
Dilakukan
deteksi dini pada anak-anak yang mengalami kesulitan sekolah sehingga tindakan
yang tepat segera diberikan, dengan cara konseling individu dengan program
pembimbing sekolah dan layanan intervensi krisis bagi keluarga yang mengalami
stress.
c.
Pencegahan tersier
Dilakukan dengan
memberikan informasi berupa pendidikan kesehatan kepada orang tua dan anak
mengenai masalah kesehatan yang terjadi berulang kali dengan penekanan pada
kebutuhan gizi, kebersihan gigi, kebersihan tubuh, bahaya alkohol, narkotik,
dan zat adiktif serta merokok.
Pelatihan untuk
Tunagrahita
1.
Occuppasional
terapy ( terapi gerak)
Terapi ini diberikan kepada anak tuna
grahita untuk melatih gerak
fungsional anggota tubuh gerak kasar atau
halus.
2.
Play
terapi (terapi bermain)
Terapi yang diberikan kepada anak tuna
grahita dengan cara
bermain, misalnya : memberikan pelajaran
tentang hitungan, anak
diajarkan tentang tata cara sosial drama ,
bermain jual beli.
3.
Aktivity daily living (ADL) atau kemampuan merawat diri
Untuk
memandirikan anak tuna grahita, mereka harus diberikan pengetahuan dan
ketrampilan tentang kegiatan kehidupan sehari-hari (ADL) agar mereka dapat
merawat diri sendiri tanpa bantuan orang lain dan tidak tergantung kepada orang
lain.
4.
Lives kill , keterampilan hidup
Anak
yang memerlukan layanan khusus, terutama anak dengan IQ di bawah rata-rata
biasanya tidak diharapkan bekerja sebagai administrator. Bagi anak tuna grahita
yang memiliki IQ di bawah rata-rata mereka
juga diharapkan untuk dapat hidup mandiri. Oleh karena itu,
untuk bekal hidup mereka diberikan pendidikan
keterampilan. Dengan ketrampilan
yang dimilikinya, mereka dapat hidup di lingkungan keluarga dan masyarakat
serta dapat bersaing di dunia industri dan usaha.
5.
Fokastional terapy (terapy bekerja)
Selain diberikan latihan
ketrampilan anak tuna grahita juga diberikan latihan kerja. Dengan bekal
latihan yang telah dimilikinya, anak tuna grahita diharapkan dapat bekerja.
BAB
III
KESIMPULAN
Berdasarkan
makalah yang sudah dibuat oleh kelompok kami, dapat disimpulkan bahwa anak tuna
grahita adalah anak yang mempunyai tingkat intelegensi rendah di bawah
rata-rata yaitu berkisar antara 30-70 dan terbagi menjadi 3 tipe yaitu tipe
tuna grahita ringan (50-70), tuna grahita sedang (30-50), dan tuna grahita berat
(<30). Oleh sebab itu, kemampuan
berpikir mereka sangat lambat dan kurang dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan. Setiap tipe memiliki karakteristik masing-masing yang dapat dilihat
dari aspek kognitif, fisik, sosial/perilaku, emosi, dan motorik. Faktor
penyebabnya dapat berasal dari keturunan dan gangguan pada saat sebelum
kelahiran, proses kelahiran, dan sesudah kelahiran. Pendampingannya dapat
dilakukan oleh pihak sekolah, guru, dan orangtua. Pelatihan untuk anak tuna
grahita dapat dilakukan dengan berbagai terapi.
DAFTAR
REFERENSI
Amin,
M. (1955). Ortopedagogik Anak Tunagrahita.
Bandung: Departemen
Pendidikan
dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan.
Delphie,
P. (2006). Pembelajaran Anak Berkebutuhan
Khusus (dalam Setting
Pendidikan Inklusi).
Bandung: PT. Refika Aditama.
Mumpuniarti.
(2000). Penanganan Anak Tunagrahita
(Kajian dari segi
pendidikan Sosial
Psikologi dan Tindak Lanjut Usia Dewasa).
Yogyakarta:
UNY.
HASIL
OBSERVASI DAN WAWANCARA
Kami melaksanakan
observasi dan wawancara di SLB B yang terletak di jalan wates pada tanggal 21
dan 23 Februari 2015. Pada tanggal 21 Februari 2015 kami mengobservasi anak
tuna grahita ringan dan melakukan wawancara dengan Ibu dengan inisial R. Beliau
adalah guru kelas 4 tuna grahita ringan. Ibu R mengatakan bahwa pada dasarnya
anak-anak fisiknya normal tetapi intelegensinya rendah. Mereka dapat membaca
dan menulis dengan lancar walaupun ada beberapa yang belum terlalu lancar. Mereka
juga dapat berinteraksi baik dengan teman dan lingkungannya. Salah satu yang
membedakan dengan anak normal lainnya yaitu terletak pada perilaku. Anak tuna
grahita ringan cenderung ngeyel dan kurang bisa mengontrol perilaku dan
emosinya. Ketika diajak berbicara mereka hanya “plonga plongo”, raut matanya
tidak bisa fokus dan jawabannya cenderung “nyleneh”. Mereka hanya asal
berbicara dan terkadang acuh tak acuh. Dalam mengikuti pembelajaran mereka
cenderung kurang berkonsentrasi. Bu R mengatakan bahwa pendampingannya harus
tegas tetapi tidak memakai kekerasan fisik. Untuk penyampaian materi sama
dengan sekolah umum hanya saja lebih disederhanakan, misalnya untuk kelas 4 SD
materi yang diberikan setara dengan materi kelas 2 SD pada sekolah umum.
Pada tanggal 23
Februari 2015 kami melanjutkan observasi dan wawancara di kelas tuna grahita
sedang. Kami melakukan observasi di kelas 3 dan 6 serta mewawancarai Ibu S
selaku guru kelas 3 dan Ibu T selaku guru kelas 6. Dari hasil observasi dan
wawancara dapat disimpulkan bahwa ciri khas yang tampak pada anak tuna grahita
sedang yaitu rata-rata mereka adalah mongoloid. Ciri tersebut dapat dilihat
dari bentuk muka yang hampir sama antara anak satu dengan anak yang lainnya.
Anak tuna grahita sedang cenderung kurang bisa berkonsentrasi, perhatiannya
cepat beralih, mudah bosan dan cukup sulit untuk diajak komunikasi. Mereka
membutuhkan bantuan orang lain dalam melakukan beberapa hal, seperti menggosok
gigi dan pergi ke toilet. Terkadang mereka sulit untuk mengontrol emosinya dan susah
dikendalikan. Mereka juga mengalami kesulitan dalam membaca, menulis, dan
berhitung. Mereka cukup sulit untuk diarahkan dan diberi instruksi sehingga
guru harus mengulang-ulang kata/perintah yang sama sampai akhirnya anak
tersebut mengerti apa yang dimaksud oleh guru. Untuk kelas 3 SD materi yang
diajarkan setara dengan materi untuk anak TK dan untuk kelas 6 SD setara dengan
SD kelas rendah di sekolah umum. Untuk anak tuna grahita berat memang tidak ada
di sekolah tersebut. Ibu T mengatakan bahwa mereka ada di panti X yang berada
di daerah Jogja. Anak tuna grahita berat sangat membutuhkan bantuan dari orang
lain dan tidak dapat melakukan aktivitas/kegiatan sendiri. Ia tidak mampu
mengurus diri sendiri dan sulit bersosialisasi sehingga membutuhkan perawatan
di sepanjang hidupnya.
LAMPIRAN
1. Lembar
Observasi
A. Identitas
1. Kelas
:
…………………….
2. Hari/tanggal : …………………….
3. Nama
guru : …………………….
4. Sekolah : …………………….
5. Materi :
…………………….
B. Petunjuk
Pengisian
Berilah
turus (I) pada kolom turus dan jumlahkan pada kolom jumlah pada tabel sebagai
berikut :
NO
|
Pernyataan
|
Turus
|
Jumlah
|
1
|
Memiliki kecacatan fisik yang sama
antara orang yang satu dengan orang lainnya
|
||
2
|
Memiliki fisik seperti anak pada
umumnya
|
||
3
|
Memiliki kemampuan menulis, membaca,
menghitung yang baik
|
||
4
|
Sukar dalam menulis, membaca,
menghitung
|
||
5
|
Mampu berbicara dengan lancar
|
||
6
|
Memiliki kepedulian terhadap teman
|
||
7
|
Memiliki imajinasi terhadap sesuatu
|
||
8
|
Menjawab pertanyaan yang disampaikan
oleh guru
|
||
9
|
Konsentrasi selama pembelajaran
|
||
10
|
Menyebutkan kembali materi yang sudah
dipelajari
|
2. Daftar
Pertanyaan Wawancara
a. Identitas
Guru
ü Nama
Guru
ü Tempat
mengajar
ü Mengajar
di kelas berapa
ü Lama
mengajar …. tahun
b. Menurut
Ibu/Bapak, apa pengertian dari tunagrahita?
c. Menurut
Ibu/Bapak, tunagrahita ada berapa tipe/macam? Apa saja tipe-tipe yang terdapat
dalam tunagrahita?
d. Menurut
Ibu/Bapak, bagaimana karakteristik untuk setiap tipe anak-anak tunagrahita?
Apakah ada perbedaan di setiap tipe anak tunagrahita?
e. Apakah
pelajaran yang diajarkan untuk setiap tipe anak tunagrahita itu berbeda?
f. Apakah
pelajaran yang disampaikan ke anak tunagrahita itu menggunakan pedoman dari
pemerintah?
g. Bagaimana
cara ibu/bapak untuk menilai kemampuan setiap anak tunagrahita? Lalu seperti
apa bentuk penilaiannya?
h. Menurut
Ibu/Bapak, apa penyebab yang dapat melatarbelakangi terdapatnya anak
tunagrahita ini?
i.
Bagaimana cara
Ibu/Bapak mendampingi mereka di kelas, baik secara individu atau klasikal?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar