MAKALAH
ANAK
BERKELAINAN PENDENGARAN (TUNARUNGU)
Mata
Kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Dosen
Pengampu : B. Erlita TA, M.Psi.
Disusun oleh :
- Rena Christiani (131134007)
- Natalia Runi Astuti (131134022)
- Widi Astuti (131134208)
- Nurhayati (131134164)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANTA DHARMA
YOGYAKARTA
2015
PENGERTIAN
ANAK TUNARUNGU
Proses
pendengaran dikategorikan normal, apabila sumber bunyi di dekat telinga yang
memancarkan getaran-getaran suara dan menyebar ke sembarang arah dapat
tertangkap dan masuk ke dalam telinga sehingga membuat gendang pendengaran
menjadi bergetar. Melalui ketiga tulang pendengaran, yaitu martil (malleus), landasan (incus), sanggurdi (stapes), yang
kakinya berhubungan dengan selaput jendela lonjong (oval window)getaran suara tersebut diteruskan ke telinga bagian
dalam. Di telinga bagian dalam yang intinya berisi organ mirip rumah siput (cochlea), di dalamnya berisi cairan endolymphe dan perilympheserta bulu-bulu
halus (organ corti). Getaran suara
yang dikirim oleh ketiga tulang pendengaran tersebut terserap oleh organ-organ
tersebut, dan mengubah getaran suara dari rangsang mekanik menjadi rangsang
elektrik.Selanjutnya, melalui saraf rangsang tersebut diteruskan ke pusat
pengertian. Di pusat pengertian, suara mengalami proses pengolahan dan
pemahaman melalui tanggapan akustik. Di sinilah timbulnya kesadaran seseorang
terhadap suara atau bunyi.
Jika dalam
proses mendengar tersebut terdapat satu atau lebih organ telinga luar, organ
telinga bagian tengah, dan organ telinga bagian dalam mengalami gangguan atau
kerusakan disebabkan penyakit, kecelakaan, atau sebab lain yang tidak diketahui
sehingga organ tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik, keadaan
tersebut dikenal dengan berkelaian pendengaran atau tunarungu. Anak yang berada
dalam keadaan kelainan pendengaran seperti itu disebut anak berkelainan
pendengaran atau anak tunarungu.
Kelainan
pendengaran atau tunarungu dalam percakapan sehari-hari di masyarakat awam
sering diasumsikan sebagai orang tidak mendengar sama sekali atau tuli. Hal ini
didasarkan pada anggapan bahwa kelainan dalam aspek pendengaran dapat
mengurangi fungsi pendengaran.Namun demikian, perlu dipahami bahwa kelainan
pendengaran dilihat dari derajat ketajaman untuk mendengar dapat dikelompokkan
dalam beberapa jenjang.Asumsinya, makin berat kelainan pendengaran berarti
semakin besar intesitas kekurangan ketajaman pendengarannya (hearing loss).
Menilik dari
keturunan terjadinya ketunarunguan, Kirk (1970) mengemukaakn bahwa anak yang
lahir dengan kelainan pendengaran atau kehilangan pendengarannya pada masa
kanak-kanak sebelum bahasa dan bicaranya terbentuk, kondisi anak yang demikian
disebut anak tunarungu pre-lingual.Jenjang
ketunarunguan yang dibawa sejak lahir, atau diperoleh pada masa kanak sebelum
bahasa dan bicaranya terbentuk, ada kecenderungan termasuk dalam kategori
tunarungu berat. Sedangkan anak lahir dengan pendengaran normal, namun setelah
mencapai usia di mana anak sudah memahami suatu percakapan tiba-tiba mengalami
kehilangan ketajaman pendengaran, kondisi anak yang demikian disebut anak
tunarungu post-lingual. Jenjang
ketunarunguan yang diperolah setelah ank memahami percakapan atau bahasa dan
bicaranya sudah terbentuk, ada kecenderungan termasuk dalam kategori sedang
atau ringan.
PENYEBAB TUNARUNGU
Moores (1978)
mengidentifikasi beberapa penyebab ketunarunguan masa anak-anak yang terjadi di
Amerika Serikat. Berdasarkan hasil penelitiannya, ia menemukan bahwa faktor
keturunan, penyakit maternalrubella,
lahir sebelum waktunya (prematur), radang selaput otak, serta ketidaksesuaian
antara darah anak dengan ibu yang mengandungnya, toxoemia, pemakaian antibiotik
overdosis, infeksi, otitis media kronis, dan infeksi pada alat-alat pernapasan
menjadi penyebab utama terjadinya ketunarunguan. Kondisi ketunarunguan yang
dialami anak, dihubungkan dengan kurun waktu terjadinya, yaitu sebelum anak
lahir (prenatal), saat anak lahir (neonatal), atau sesudah anak lahir
(posnatal). Ketunarunguan yang terjadi sebelum anak lahir maupun saat lahir
disebut tunarungu bawaan (congenital),
sedangkan ketunarunguan yang terjadi ketika anak mulai meniti tugas
perkembangannya disebut tunarungu perolehan (acquired).
Secara terinci determinan ketunarunguan yang terjadi
sebelum, saat, dan sesudah anak dilahirkan dapat disimak pada uraian berikut.
a.
Ketunarunguan
sebelum lahir (prenatal), yaitu ketunarunguan yang terjadi ketika anak masih
berada dalam kandungan ibunya. Ada beberapa kondisi yang menyebabkan
ketunarunguan yang terjadi pada saat anak dalam kandungan antara lain sebagai
berikut.
1)
Hereditas atau
keturunan, salah satu atau kedua orang tua anak menderita tunarungu atau
mempunyai gen sel pembawa sifat abnormal. Misalnya gen dominan atau gen
resesif.
2)
Maternalrubella,
merupakan
penyakit cacar air Jerman atau campak. Penyakit ini dapat menyebabkan kerusakan
pada koklea anak saat di kandungan.
3)
Pemakaian
antibiotika over dosis, contoh obat antibiotika adalah kinine & aspirin (obat
penggugur kandungan), nomicin, kanamycin dan streptomicyn. Tunarungu yang disebabkn oleh obat-obatan ini
adalah tunarungu sensoneural (tunarungu saraf)
4)
Toxoemia, merupakan keracunan darah
karena sebab tertentu. Kondisi ini akan berpengaruh pada rusaknya plasenta atau
janin yang dikandungnya.
b.
Ketunarunguan
saat lahir (neonatal), yaitu ketunarunguan yang terjadi saat anak dilahirkan.
Ada beberapa kondisi yang menyebabkan ketunarunguan yang terjadi pada saat anak
dilahirkan antara lain sebagai berikut.
1)
Lahir prematur, merupakan
proses kelahiran bayi yang terlalu dini sehingga berat badan atau panjang
badannya relative sering di bawah normal, dan jarring-jaring tubuhnya sangat
lemah, akibatnya anak lebih mudah terkena anoxia
(kekurangan oksigen) yang berpengaruh pada kerusakan koklea.
2)
Rhesusfactors, jika ayah memiliki rhesus positif dan ibu memiliki rhesus negatif maka anak yang dilahirkan
ada kemungkinan akan memiliki rhesus
positif. Ketika rhesus anak dan ibu
berbeda ini menyebabkan sel-seldarah merah yang membentuk antibody, justru akan
merusak sel darah merah anak dan menyebabkan kekurangan sel darah merah pada
anak dan menderita sakit kuning. Ketika anak tersebut lahir maka akan mengalami tunarungu.
3)
Tangverlossing, merupakan proses kelahiran
anak yang dibantu dengan alat yaitu tang. Proses ini dapat menyebabkan kerusakan
pada susunan saraf pendengaran.
c.
Ketunarunguan
setelah lahir (posnatal), yaitu ketunarunguan yang terjadi setelah anak
dilahirkan oleh ibunya. Ada beberapa kondisi yang menyebabkan ketunarunguan
yang terjadi setelah dilahirkan antara lain sebagai berikut.
1)
Penyakit meningitiscerebralis, merupakan
peradangan yang terjadi pada selaput otak. Peradangan ini dapat disebabkan oleh
benturan keras pada bagian kepala.
2)
Infeksi, yaitu ketika
anak telah lahir dan terkena penyakit campak, typhus, influenza dan lain-lain. Infeksi yang akut dapat
menyebabkan tunarungu pada anak. karena virus-virus akan menyerang
bagian-bagian penting dalam rumah siput (koklea) sehingga menyebabkan
peradangan.
3)
Otitis media
kronis,
keadaan ini menunjukkan bahwa cairan otitis media yang berwarna
kekuning-kuningan tertimbun di dalam telinga bagian tengah. Ketika cairan
mengental dan menyumbat telinga bagian tengah maka akan tejadi pembesaran
adenoid, sinusitis dan seterusnya sehingga dapat menyebabkan alergi pada alat
pendengaran.
CIRI-CIRI TUNARUNGU
a. Perkembangan
kognitif
Pada umumnya intelligensi
anak tuna rungu secara potensial sama dengan anak normal, tetapi secara
fungsional perkembangannya dipengaruhi oleh tingkat kemampuan berbahasanya,
keterbatasan informasi, dan daya abstraksi anak. Perkembangan kognitif anak
tunarungu sangat dipengaruhi oleh perkembangan bahasa, sehingga hambatan pada
bahasa akan menghambat perkembangan inteligensi anak tunarungu.
b. Perkembangan
emosi
Kekurangan akan pemahaman
bahasa lisan atau tulisan seringkali menyebabkan anak tunarungu menafsirkan
sesuatu secara negatif atau salah dan sering menjadi tekanan bagi emosinya.
Tekanan pada emosinya itu dapat menghambat perkembangan pribadinya dengan
menampilkan sikap menutup diri, bertindak agresif, atau sebaliknya menampakan
kebimbangan dan keragu-raguan. Anak tunarungu bila ditegur oleh orang yang
tidak dikenalnya akan tampak resah dan gelisah.
c. Perkembangan
sosial
Pada umumnya lingkungan
melihat mereka sebagai individu yang memiliki kekurangan dan menilainya sebagai
seseorang yang kurang berkarya.Dengan penilaian lingkungan yang demikian, anak
tunarungu merasa benar-benar kurang berharga dan sangat berpengaruh besar
terhadap fungsi sosialnya.Dengan adanya hambatan dalam perkembangan sosial ini
mengakibatkan pula pertambahan minimnya penguasaan bahasa dan kecenderungan
menyendiri serta memiliki sifategosendtris.
d. Perkembangan
perilaku
Perkembangan kepribadian
banyak ditentukan oleh hubungan antara anak dan orang tua terutama
ibunya.Pertemuan antara faktor-faktor dalam diri anak tunarungu, yaitu
ketidakmampuan menerima rangsang pendengaran, kemiskinan berbahasa, ketidaktetapan
emosi, dan keterbatasan inteligensi dibuhungkan dengan sikap lingkungan
terhadapnya menghambat perkembangan kepribadiannya.
TIPE TUNARUNGU
Ketajaman pendengaran
seseorang diukur dan dinyatakan dalam satuan bunyi deci-Bell (disingkat dB).
Penggunaan satuan tersebut untuk membantu dalam interpretasi hasil tes
pendengaran dan mengelompokkan dalam jenjangnya.
Klasifikasi
menurut tarafnya dapat diketahuti dengan tes audiometris.Untuk kepentingan
pendidikan ketunarunguan diklasifikasikan sebagai berikut.
a. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antar
20-30 dB (slightlosses)
Ciri-cirinya :
-
Kemampuan mendengar masih baik
-
Tidak mengalami kesulitan memahami pembicaraan
-
Dapat belajar bicara secara efektif melalui kemampuan pendengarannya
b.
Anak tunarungu
yang kehilangan pendengaran antar 30-40 dB (mildlosses)
Ciri-cirinya :
-
Dapat mengerti percakapan biasa pada jarak sangat
dekat
-
Tidak mengalami kesulitan untuk mengekspresikan isi
hati
-
Tidak dapat menangkap suatu percakapan yang lemah
-
Kesulitan menangkap isi pembicaraan dengan lawan
bicara, jika berada pada posisi tidak searah dengan pandangannya atau
berhadapan
c.
Anak tunarungu
yang kehilangan pendengaran antar 40-60 dB (moderatelosses)
Ciri-cirinya :
-
Dapat mengerti percakapan keras pada jarak dekat
kurang lebih satu meter
-
Sering terjadi misunderstanding dengan lawan bicara
-
Mengalami kelainan bicara terutama pada huruf konsonan
missal k, g, mungkin diucap menjadi t, d
-
Kesulitan menggunakan bahasa dengan benar dalam
percakapan
-
Perbendaharaan kosakatanya sangat terbatas
d.
Anak tunarungu
yang kehilangan pendengaran antar 60-75 dB (severelosses)
Ciri-cirinya :
-
Kesulitan membedakan suara
-
Tidak memiliki kesadaran bahwa benda-benda yang ada di
sekitarnya memiliki getaran suara
e.
Anak tunarungu
yang kehilangan pendengaran antar 75 dB ke atas (profoundlylosses)
Ciri-cirinya :
-
Hanya dapat mendengar suara keras sekali pada jarak
kira-kira satu inchi atau sama sekali tidak mendengar
-
Tidak dapat menyadari bunyi keras sehingga tidak dapat
memahami atau menangkap suara
Ditinjau dari lokasi terjadinya ketunarunguan,
klasifikasi anak tunarungu dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut.
a.
Tunarungu
Konduktif
Ketunarunguan tipe ini
terjadi karena beberapa organ yang berfungsi sebagai pengahantar suara di
telinga bagian luar, seperti liang telinga, selaput gendang, serta ketiga
tulang pendengaran yang terdapat di telinga bagian dalam dan dinding-dinding
labirin mengalami gangguan. Ada beberapa kondisi yang menghalangi masuknya
getaran suara atau bunyi ke organ yang berfungsi sebagai penghantar, yaitu
tersumbatnya liang telinga oleh kotoran telinga tau kemasukan benda-benda
lainnya pada selaput gendang telinga dan ketiga tulang mendengar sehingga
efeknya dpat menyebabkan hilangnya daya hantaran organ tersebut.
b.
Tunarungu
Perseptif
Ketunarunguan tipe ini disebabkan
terganggunya organ-organ pendengaran yang terdapat di belahan telinga bagian
dalam.Ketunarunguan ini terjadi jika getaran suara yang diterima oleh telinga
bagian dalam (terdiri dari rumah siput, serabut saraf pendengaran) yang bekerja
merubah rangsang mekanis menjadi rangsang elektris, tidak dapat diteruskan ke
pusat pendengaran di otak.
c.
Tunarungu
Campuran
Ketunarunguan tipe ini
sebenarnya untuk menjelaskan bahwa pada telinga yang sama rangkaian organ-organ
telinga yang berfungsi sebagai penghantar dan menerima rangsangan suara
mengalami gangguan, sehingga yang tampak pada telinga tersebut telah terjadi campuran
antara kertunarungan konduktif dan ketrunarunguan perspektif.
PENDAMPINGAN
YANG BISA DILAKUKAN
Untuk mengembangkan kemampuan anak tunarungu, orangtua dan guru harus
memberikan kesempatan sejak usia dini. Hal itu terutama bagi anak yang masih
mempunyai sisa pendengaran.Adapun salah satu langkah penanganan yang dianggap
efektif adalah NAO (Natural Auditory Oral). Langkah ini terbagi ke dalam tiga
cara :
1.
Style natural, yakni dengan menyediakan lingkungan
bagi anak dengan gangguan pendengaran untuk tahap belajar bahasa sama dengan
anak yang dapat mendengar dengan normal.
2.
Style auditory dengan menekan penggunaan pendengaran
berapa pun sisa pendengaran yang ada dibantu alat bantu dengar (ABD).
3.
Style oral adalah kecakapan mendengar yang didapat
anak dari membangun kemampuan bicaranya.
Ketika anak
dengan gangguan pendengaran memakai ketiga cara itu, anak tersebut belajar
untuk mendengar karakter-karakter dasar dalam bicara.
Syarat-syarat
penerapan NAO
a. Memaksimalkan
sisa pendengaran sejak dini.
b. Memakai tiga
cara itu secara berkesinambungan.
c. Menciptakan
lingkungan berbahasa yang natural.
d. Lingkungan yang
bebas bahasa isyarat.
e. Orangtua dan
terapis fokus pada tujuan yang sama, bahwa anak dengan gangguan pendengaran
mempunyai kesempatan yang sama dengan anak yang memiliki pendengaran normal
untuk membangun bahasanya.
Hal-hal yang
harus dihindari
a. Gerakan mulut
yang berlebihan.
b. Ekspresi wajah
yang berlebihan.
c. Mengarahkan
untuk melihat bibir saat berbicara.
d. Menyentuh anak
untuk memanggil namanya atau mendapatkan perhatiannya.
e. Memakai bahasa
tubuh yang tidak umum atau memakai bahasa isyarat.
f. Memakai bahasa
tubuh yang berlebihan daripada mengembangkan kemampuan mendengar anak.
Dalam meningkatkan fungsi pendengaran, terdapat hubungan antara
pendengaran, bicara, bahasa, dan pemikiran di dalam semua aktivitas
sehari-hari, yakni dengan cara-cara berikut :
a. Meningkatkan
pendengaran dengan cara duduk bersebelahan dan dekat dengan pengguna alat bantu
dengar.
b. Mengurangi bunti
bising di sekitarnya, seperti bunyi radio, televisi, dan AC.
c. Bantu anak agar
bicara lebih jelas.
d. Pilih aktivitas
yang sesuai dengan minat dan umur anak-anak tersebut.
Langkah-langkah
mengembangkan kemampuan anak tunarungu
a. Identifikasi,
untuk mengetahui tingkat anak dalam mendengar, orangtua atau terapis dapat
melakukan suatu permainan bunyi.
b. Pembedaan bunyi,
anak berlatih membedakan bunyi, terutama dalam hal pengartikulasiannya.
Bunyi-bunyi itu terutama yang homorgan atau dihasilkan oleh alat ucap yang
sama. Seperti /b/, /p/, /m/ atau /t/, /d/, /n/.
c. Pemaknaan,
pemaknaan atau pemahaman suatu kata atau kalimat dapat dilakukan dengan
kegiatan tertentu, misalnya
1. Menyentuh atau
memegang benda yang dimaksud oleh kata itu.
2. Memperagakan
tindakan tertentu, seperti duduk, lari, tertawa, sesuai dengan makna kalimat
yang diucapkan anak.
d. Penerapan,
langkah selanjutnya adalah penerapan kecakapan berbahasa anak pada kegiatan
berkomunikasi sebenarnya. Misalnya melalui kegiatan tanya jawab ataupun
percakapan dengan sesamanya tentang suatu topic yang berkenaan dengan kehidupan
anak.
HASIL OBSERVASI DAN WAWANCARA
Kelompok kami melakukan observasi
dan wawancara di sebuah SLB di daerah Pringwulung.Dalam sekolah tersebut ada
enam anak yang mengalami gangguan pada pendengaran.Dari hasil observasi yang
telah kami lakukan, anak-anak yang mengalami gangguan pada pendengaran secara
fisik memiliki ciri yang sama dengan anak yang tidak mengalami gangguan. Mereka
cenderung diam di dalam kelas tetapi
mereka berkomunikasi satu sama lain menggunakan bahasa isyarat. Mereka
akan dapat menangkap apa yang disampaikan oleh guru setelah guru memberikan
istruksi berkali-kali dengan menggunakan bahasa isyarat ataupun verbal. Kami
mengamati seorang anak yang memiliki kelebihan dalam bidang seni.Ia terlihat
membuat gambar yang cukup bagus.
Setelah observasi kami melakukan
wawancara kepada salah satu guru. Beliau mengatakan bahwa anak-anak dengan
gangguan pendengaran memiliki ciri fisik yang sama dengan anak-anak pada
umumnya. Beliau juga menyebutkan bahwa ada tiga tipe dalam tunarungu, yaitu
ringan, sedang, dan berat. Guru tersebut mengatakan bahwa siswa yang ada di
kelas tersebut dalam kesehariannya sama dengan siswa yang lain. Mereka juga
berkomunikasi dengan teman lainnya dalam kelas. Terkadang saat istirahat juga
mereka berteriak-teriak di dalam kelas meskipun suaranya tidak sejelas siswa
lain yang tidak mengalami gangguan pada pendengarannya. Dalam proses
pembelajaran dan komunikasi dengan siswa, guru mengurangi penggunaan bahasa
isyarat tetapi lebih menonjolkan komunikasi dengan verbal agar siswa tidak
hanya mampu berkomunikasi dengan siswa lain yang memiliki gangguan pendengaran
tetapi juga dapat berkomunikasi dengan orang lain yang tidak mengalami
gangguan.Secara umum kemampuan intelektual siswa tidak mengalami masalah tetapi
perkembangan intelektual siswa dapat terhambat karena siswa kesulitan dalam
menerima informasi dari luar secara cepat. Misalnya siswa yang berusia
setara dengan kelas V tetapi baru
memiliki kemampuan intelektual seperti kelas III.
DAFTAR REFERENSI
Efendi, Mohammad. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta : PT Bumi
Aksara.
Kosasih, E.
2012.Cara Bijak Memahami Anak
Berkebutuhan Khusus. Bandung: Yrama Widya.
Somantri, T.
Sutjihati. 2007. Psikologi Anak Luar
Biasa. Bandung: PT. Refika Aditama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar