Kamis, 28 Mei 2015

Makalah PABK Tuna Rungu



MAKALAH
ANAK BERKELAINAN PENDENGARAN (TUNARUNGU)
Mata Kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Dosen Pengampu : B. Erlita TA, M.Psi.






Disusun oleh :
  1. Rena Christiani           (131134007)
  2. Natalia Runi Astuti     (131134022)
  3. Widi Astuti                 (131134208)
  4. Nurhayati                    (131134164)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANTA DHARMA
YOGYAKARTA
2015


PENGERTIAN ANAK TUNARUNGU

Proses pendengaran dikategorikan normal, apabila sumber bunyi di dekat telinga yang memancarkan getaran-getaran suara dan menyebar ke sembarang arah dapat tertangkap dan masuk ke dalam telinga sehingga membuat gendang pendengaran menjadi bergetar. Melalui ketiga tulang pendengaran, yaitu martil (malleus), landasan (incus), sanggurdi (stapes), yang kakinya berhubungan dengan selaput jendela lonjong (oval window)getaran suara tersebut diteruskan ke telinga bagian dalam. Di telinga bagian dalam yang intinya berisi organ mirip rumah siput (cochlea), di dalamnya berisi cairan endolymphe dan  perilympheserta bulu-bulu halus (organ corti). Getaran suara yang dikirim oleh ketiga tulang pendengaran tersebut terserap oleh organ-organ tersebut, dan mengubah getaran suara dari rangsang mekanik menjadi rangsang elektrik.Selanjutnya, melalui saraf rangsang tersebut diteruskan ke pusat pengertian. Di pusat pengertian, suara mengalami proses pengolahan dan pemahaman melalui tanggapan akustik. Di sinilah timbulnya kesadaran seseorang terhadap suara atau bunyi.
Jika dalam proses mendengar tersebut terdapat satu atau lebih organ telinga luar, organ telinga bagian tengah, dan organ telinga bagian dalam mengalami gangguan atau kerusakan disebabkan penyakit, kecelakaan, atau sebab lain yang tidak diketahui sehingga organ tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik, keadaan tersebut dikenal dengan berkelaian pendengaran atau tunarungu. Anak yang berada dalam keadaan kelainan pendengaran seperti itu disebut anak berkelainan pendengaran atau anak tunarungu.
Kelainan pendengaran atau tunarungu dalam percakapan sehari-hari di masyarakat awam sering diasumsikan sebagai orang tidak mendengar sama sekali atau tuli. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa kelainan dalam aspek pendengaran dapat mengurangi fungsi pendengaran.Namun demikian, perlu dipahami bahwa kelainan pendengaran dilihat dari derajat ketajaman untuk mendengar dapat dikelompokkan dalam beberapa jenjang.Asumsinya, makin berat kelainan pendengaran berarti semakin besar intesitas kekurangan ketajaman pendengarannya (hearing loss).
Menilik dari keturunan terjadinya ketunarunguan, Kirk (1970) mengemukaakn bahwa anak yang lahir dengan kelainan pendengaran atau kehilangan pendengarannya pada masa kanak-kanak sebelum bahasa dan bicaranya terbentuk, kondisi anak yang demikian disebut anak tunarungu pre-lingual.Jenjang ketunarunguan yang dibawa sejak lahir, atau diperoleh pada masa kanak sebelum bahasa dan bicaranya terbentuk, ada kecenderungan termasuk dalam kategori tunarungu berat. Sedangkan anak lahir dengan pendengaran normal, namun setelah mencapai usia di mana anak sudah memahami suatu percakapan tiba-tiba mengalami kehilangan ketajaman pendengaran, kondisi anak yang demikian disebut anak tunarungu post-lingual. Jenjang ketunarunguan yang diperolah setelah ank memahami percakapan atau bahasa dan bicaranya sudah terbentuk, ada kecenderungan termasuk dalam kategori sedang atau ringan.

PENYEBAB TUNARUNGU

Moores (1978) mengidentifikasi beberapa penyebab ketunarunguan masa anak-anak yang terjadi di Amerika Serikat. Berdasarkan hasil penelitiannya, ia menemukan bahwa faktor keturunan, penyakit maternalrubella, lahir sebelum waktunya (prematur), radang selaput otak, serta ketidaksesuaian antara darah anak dengan ibu yang mengandungnya, toxoemia, pemakaian antibiotik overdosis, infeksi, otitis media kronis, dan infeksi pada alat-alat pernapasan menjadi penyebab utama terjadinya ketunarunguan. Kondisi ketunarunguan yang dialami anak, dihubungkan dengan kurun waktu terjadinya, yaitu sebelum anak lahir (prenatal), saat anak lahir (neonatal), atau sesudah anak lahir (posnatal). Ketunarunguan yang terjadi sebelum anak lahir maupun saat lahir disebut tunarungu bawaan (congenital), sedangkan ketunarunguan yang terjadi ketika anak mulai meniti tugas perkembangannya disebut tunarungu perolehan (acquired).
Secara terinci determinan ketunarunguan yang terjadi sebelum, saat, dan sesudah anak dilahirkan dapat disimak pada uraian berikut.
a.       Ketunarunguan sebelum lahir (prenatal), yaitu ketunarunguan yang terjadi ketika anak masih berada dalam kandungan ibunya. Ada beberapa kondisi yang menyebabkan ketunarunguan yang terjadi pada saat anak dalam kandungan antara lain sebagai berikut.
1)      Hereditas atau keturunan, salah satu atau kedua orang tua anak menderita tunarungu atau mempunyai gen sel pembawa sifat abnormal. Misalnya gen dominan atau gen resesif.
2)      Maternalrubella, merupakan penyakit cacar air Jerman atau campak. Penyakit ini dapat menyebabkan kerusakan pada koklea anak saat di kandungan.
3)      Pemakaian antibiotika over dosis, contoh obat antibiotika adalah kinine & aspirin (obat penggugur kandungan), nomicin, kanamycin dan streptomicyn.  Tunarungu yang disebabkn oleh obat-obatan ini adalah tunarungu sensoneural (tunarungu saraf)
4)      Toxoemia, merupakan keracunan darah karena sebab tertentu. Kondisi ini akan berpengaruh pada rusaknya plasenta atau janin yang dikandungnya.
b.      Ketunarunguan saat lahir (neonatal), yaitu ketunarunguan yang terjadi saat anak dilahirkan. Ada beberapa kondisi yang menyebabkan ketunarunguan yang terjadi pada saat anak dilahirkan antara lain sebagai berikut.
1)      Lahir prematur, merupakan proses kelahiran bayi yang terlalu dini sehingga berat badan atau panjang badannya relative sering di bawah normal, dan jarring-jaring tubuhnya sangat lemah, akibatnya anak lebih mudah terkena anoxia (kekurangan oksigen) yang berpengaruh pada kerusakan koklea.
2)      Rhesusfactors, jika ayah memiliki rhesus positif dan ibu memiliki rhesus negatif maka anak yang dilahirkan ada kemungkinan akan memiliki rhesus positif. Ketika rhesus anak dan ibu berbeda ini menyebabkan sel-seldarah merah yang membentuk antibody, justru akan merusak sel darah merah anak dan menyebabkan kekurangan sel darah merah pada anak dan menderita sakit kuning. Ketika anak tersebut  lahir maka akan mengalami tunarungu.
3)      Tangverlossing, merupakan proses kelahiran anak yang dibantu dengan alat yaitu tang. Proses ini dapat menyebabkan kerusakan pada susunan saraf pendengaran.
c.       Ketunarunguan setelah lahir (posnatal), yaitu ketunarunguan yang terjadi setelah anak dilahirkan oleh ibunya. Ada beberapa kondisi yang menyebabkan ketunarunguan yang terjadi setelah dilahirkan antara lain sebagai berikut.
1)      Penyakit meningitiscerebralis, merupakan peradangan yang terjadi pada selaput otak. Peradangan ini dapat disebabkan oleh benturan keras pada bagian kepala.
2)      Infeksi, yaitu ketika anak telah lahir dan terkena penyakit campak, typhus, influenza dan lain-lain. Infeksi yang akut dapat menyebabkan tunarungu pada anak. karena virus-virus akan menyerang bagian-bagian penting dalam rumah siput (koklea) sehingga menyebabkan peradangan.
3)      Otitis media kronis, keadaan ini menunjukkan bahwa cairan otitis media yang berwarna kekuning-kuningan tertimbun di dalam telinga bagian tengah. Ketika cairan mengental dan menyumbat telinga bagian tengah maka akan tejadi pembesaran adenoid, sinusitis dan seterusnya sehingga dapat menyebabkan alergi pada alat pendengaran.

CIRI-CIRI TUNARUNGU

a.       Perkembangan kognitif
Pada umumnya intelligensi anak tuna rungu secara potensial sama dengan anak normal, tetapi secara fungsional perkembangannya dipengaruhi oleh tingkat kemampuan berbahasanya, keterbatasan informasi, dan daya abstraksi anak. Perkembangan kognitif anak tunarungu sangat dipengaruhi oleh perkembangan bahasa, sehingga hambatan pada bahasa akan menghambat perkembangan inteligensi anak tunarungu.
b.      Perkembangan emosi
Kekurangan akan pemahaman bahasa lisan atau tulisan seringkali menyebabkan anak tunarungu menafsirkan sesuatu secara negatif atau salah dan sering menjadi tekanan bagi emosinya. Tekanan pada emosinya itu dapat menghambat perkembangan pribadinya dengan menampilkan sikap menutup diri, bertindak agresif, atau sebaliknya menampakan kebimbangan dan keragu-raguan. Anak tunarungu bila ditegur oleh orang yang tidak dikenalnya akan tampak resah dan gelisah.
c.       Perkembangan sosial
Pada umumnya lingkungan melihat mereka sebagai individu yang memiliki kekurangan dan menilainya sebagai seseorang yang kurang berkarya.Dengan penilaian lingkungan yang demikian, anak tunarungu merasa benar-benar kurang berharga dan sangat berpengaruh besar terhadap fungsi sosialnya.Dengan adanya hambatan dalam perkembangan sosial ini mengakibatkan pula pertambahan minimnya penguasaan bahasa dan kecenderungan menyendiri serta memiliki sifategosendtris.
d.      Perkembangan perilaku
Perkembangan kepribadian banyak ditentukan oleh hubungan antara anak dan orang tua terutama ibunya.Pertemuan antara faktor-faktor dalam diri anak tunarungu, yaitu ketidakmampuan menerima rangsang pendengaran, kemiskinan berbahasa, ketidaktetapan emosi, dan keterbatasan inteligensi dibuhungkan dengan sikap lingkungan terhadapnya menghambat perkembangan kepribadiannya.
 

TIPE TUNARUNGU

Ketajaman pendengaran seseorang diukur dan dinyatakan dalam satuan bunyi deci-Bell (disingkat dB). Penggunaan satuan tersebut untuk membantu dalam interpretasi hasil tes pendengaran dan mengelompokkan dalam jenjangnya.
Klasifikasi menurut tarafnya dapat diketahuti dengan tes audiometris.Untuk kepentingan pendidikan ketunarunguan diklasifikasikan sebagai berikut.
a.       Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antar 20-30 dB (slightlosses)
Ciri-cirinya :
-          Kemampuan mendengar masih baik
-          Tidak mengalami kesulitan memahami pembicaraan
-          Dapat belajar bicara secara efektif melalui kemampuan pendengarannya
b.      Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antar 30-40 dB (mildlosses)
Ciri-cirinya :
-          Dapat mengerti percakapan biasa pada jarak sangat dekat
-          Tidak mengalami kesulitan untuk mengekspresikan isi hati
-          Tidak dapat menangkap suatu percakapan yang lemah
-          Kesulitan menangkap isi pembicaraan dengan lawan bicara, jika berada pada posisi tidak searah dengan pandangannya atau berhadapan
c.       Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antar 40-60 dB (moderatelosses)
Ciri-cirinya :
-          Dapat mengerti percakapan keras pada jarak dekat kurang lebih satu meter
-          Sering terjadi misunderstanding dengan lawan bicara
-          Mengalami kelainan bicara terutama pada huruf konsonan missal k, g, mungkin diucap menjadi t, d
-          Kesulitan menggunakan bahasa dengan benar dalam percakapan
-          Perbendaharaan kosakatanya sangat terbatas
d.      Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antar 60-75 dB (severelosses)
Ciri-cirinya :
-          Kesulitan membedakan suara
-          Tidak memiliki kesadaran bahwa benda-benda yang ada di sekitarnya memiliki getaran suara

e.       Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antar 75 dB ke atas (profoundlylosses)
Ciri-cirinya :
-          Hanya dapat mendengar suara keras sekali pada jarak kira-kira satu inchi atau sama sekali tidak mendengar
-          Tidak dapat menyadari bunyi keras sehingga tidak dapat memahami atau menangkap suara
Ditinjau dari lokasi terjadinya ketunarunguan, klasifikasi anak tunarungu dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut.
a.       Tunarungu Konduktif
Ketunarunguan tipe ini terjadi karena beberapa organ yang berfungsi sebagai pengahantar suara di telinga bagian luar, seperti liang telinga, selaput gendang, serta ketiga tulang pendengaran yang terdapat di telinga bagian dalam dan dinding-dinding labirin mengalami gangguan. Ada beberapa kondisi yang menghalangi masuknya getaran suara atau bunyi ke organ yang berfungsi sebagai penghantar, yaitu tersumbatnya liang telinga oleh kotoran telinga tau kemasukan benda-benda lainnya pada selaput gendang telinga dan ketiga tulang mendengar sehingga efeknya dpat menyebabkan hilangnya daya hantaran organ tersebut.
b.      Tunarungu Perseptif
Ketunarunguan tipe ini disebabkan terganggunya organ-organ pendengaran yang terdapat di belahan telinga bagian dalam.Ketunarunguan ini terjadi jika getaran suara yang diterima oleh telinga bagian dalam (terdiri dari rumah siput, serabut saraf pendengaran) yang bekerja merubah rangsang mekanis menjadi rangsang elektris, tidak dapat diteruskan ke pusat pendengaran di otak.
c.       Tunarungu Campuran
Ketunarunguan tipe ini sebenarnya untuk menjelaskan bahwa pada telinga yang sama rangkaian organ-organ telinga yang berfungsi sebagai penghantar dan menerima rangsangan suara mengalami gangguan, sehingga yang tampak pada telinga tersebut telah terjadi campuran antara kertunarungan konduktif dan ketrunarunguan perspektif.

PENDAMPINGAN YANG BISA DILAKUKAN

Untuk mengembangkan kemampuan anak tunarungu, orangtua dan guru harus memberikan kesempatan sejak usia dini. Hal itu terutama bagi anak yang masih mempunyai sisa pendengaran.Adapun salah satu langkah penanganan yang dianggap efektif adalah NAO (Natural Auditory Oral). Langkah ini terbagi ke dalam tiga cara :
1.      Style natural, yakni dengan menyediakan lingkungan bagi anak dengan gangguan pendengaran untuk tahap belajar bahasa sama dengan anak yang dapat mendengar dengan normal.
2.      Style auditory dengan menekan penggunaan pendengaran berapa pun sisa pendengaran yang ada dibantu alat bantu dengar (ABD).
3.      Style oral adalah kecakapan mendengar yang didapat anak dari membangun kemampuan bicaranya.
Ketika anak dengan gangguan pendengaran memakai ketiga cara itu, anak tersebut belajar untuk mendengar karakter-karakter dasar dalam bicara.
Syarat-syarat penerapan NAO
a.       Memaksimalkan sisa pendengaran sejak dini.
b.      Memakai tiga cara itu secara berkesinambungan.
c.       Menciptakan lingkungan berbahasa yang natural.
d.      Lingkungan yang bebas bahasa isyarat.
e.       Orangtua dan terapis fokus pada tujuan yang sama, bahwa anak dengan gangguan pendengaran mempunyai kesempatan yang sama dengan anak yang memiliki pendengaran normal untuk membangun bahasanya.
Hal-hal yang harus dihindari
a.       Gerakan mulut yang berlebihan.
b.      Ekspresi wajah yang berlebihan.
c.       Mengarahkan untuk melihat bibir saat berbicara.
d.      Menyentuh anak untuk memanggil namanya atau mendapatkan perhatiannya.
e.       Memakai bahasa tubuh yang tidak umum atau memakai bahasa isyarat.
f.       Memakai bahasa tubuh yang berlebihan daripada mengembangkan kemampuan mendengar anak.

Dalam meningkatkan fungsi pendengaran, terdapat hubungan antara pendengaran, bicara, bahasa, dan pemikiran di dalam semua aktivitas sehari-hari, yakni dengan cara-cara berikut :
a.       Meningkatkan pendengaran dengan cara duduk bersebelahan dan dekat dengan pengguna alat bantu dengar.
b.      Mengurangi bunti bising di sekitarnya, seperti bunyi radio, televisi, dan AC.
c.       Bantu anak agar bicara lebih jelas.
d.      Pilih aktivitas yang sesuai dengan minat dan umur anak-anak tersebut.
Langkah-langkah mengembangkan kemampuan anak tunarungu
a.       Identifikasi, untuk mengetahui tingkat anak dalam mendengar, orangtua atau terapis dapat melakukan suatu permainan bunyi.
b.      Pembedaan bunyi, anak berlatih membedakan bunyi, terutama dalam hal pengartikulasiannya. Bunyi-bunyi itu terutama yang homorgan atau dihasilkan oleh alat ucap yang sama. Seperti /b/, /p/, /m/ atau /t/, /d/, /n/.
c.       Pemaknaan, pemaknaan atau pemahaman suatu kata atau kalimat dapat dilakukan dengan kegiatan tertentu, misalnya
1.      Menyentuh atau memegang benda yang dimaksud oleh kata itu.
2.      Memperagakan tindakan tertentu, seperti duduk, lari, tertawa, sesuai dengan makna kalimat yang diucapkan anak.
d.      Penerapan, langkah selanjutnya adalah penerapan kecakapan berbahasa anak pada kegiatan berkomunikasi sebenarnya. Misalnya melalui kegiatan tanya jawab ataupun percakapan dengan sesamanya tentang suatu topic yang berkenaan dengan kehidupan anak.

  
HASIL OBSERVASI DAN WAWANCARA
            Kelompok kami melakukan observasi dan wawancara di sebuah SLB di daerah Pringwulung.Dalam sekolah tersebut ada enam anak yang mengalami gangguan pada pendengaran.Dari hasil observasi yang telah kami lakukan, anak-anak yang mengalami gangguan pada pendengaran secara fisik memiliki ciri yang sama dengan anak yang tidak mengalami gangguan. Mereka cenderung diam di dalam kelas tetapi  mereka berkomunikasi satu sama lain menggunakan bahasa isyarat. Mereka akan dapat menangkap apa yang disampaikan oleh guru setelah guru memberikan istruksi berkali-kali dengan menggunakan bahasa isyarat ataupun verbal. Kami mengamati seorang anak yang memiliki kelebihan dalam bidang seni.Ia terlihat membuat gambar yang cukup bagus.
            Setelah observasi kami melakukan wawancara kepada salah satu guru. Beliau mengatakan bahwa anak-anak dengan gangguan pendengaran memiliki ciri fisik yang sama dengan anak-anak pada umumnya. Beliau juga menyebutkan bahwa ada tiga tipe dalam tunarungu, yaitu ringan, sedang, dan berat. Guru tersebut mengatakan bahwa siswa yang ada di kelas tersebut dalam kesehariannya sama dengan siswa yang lain. Mereka juga berkomunikasi dengan teman lainnya dalam kelas. Terkadang saat istirahat juga mereka berteriak-teriak di dalam kelas meskipun suaranya tidak sejelas siswa lain yang tidak mengalami gangguan pada pendengarannya. Dalam proses pembelajaran dan komunikasi dengan siswa, guru mengurangi penggunaan bahasa isyarat tetapi lebih menonjolkan komunikasi dengan verbal agar siswa tidak hanya mampu berkomunikasi dengan siswa lain yang memiliki gangguan pendengaran tetapi juga dapat berkomunikasi dengan orang lain yang tidak mengalami gangguan.Secara umum kemampuan intelektual siswa tidak mengalami masalah tetapi perkembangan intelektual siswa dapat terhambat karena siswa kesulitan dalam menerima informasi dari luar secara cepat. Misalnya siswa yang berusia setara  dengan kelas V tetapi baru memiliki kemampuan intelektual seperti kelas III. 



DAFTAR REFERENSI

Efendi, Mohammad. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Kosasih, E. 2012.Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Yrama Widya.
Somantri, T. Sutjihati. 2007. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT. Refika Aditama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar